skip to main | skip to sidebar

Search Here

...tentang Grace...

Foto Saya
Grace Hasibuan
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Just an ordinary girl with EXTRAORDINARY GOD... A girl who lives her life with hope, faith and love. A girl who believes in God and His wonderful journey. A girl who is passionate in children, human right, poverty, and environment. She is crazy about the idea of being a traveller... And, she'd love to express all about her and her life in music, photography, and just simple words...
Lihat profil lengkapku

Archivo del blog

  • ► 2015 (3)
    • ► Juli (2)
    • ► Januari (1)
  • ► 2014 (4)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Januari (2)
  • ▼ 2013 (44)
    • ▼ Desember (1)
      • Pelajaran dari pembuangan Babel :)
    • ► Juli (1)
      • Pertanyaan Random Siang Hari
    • ► Juni (1)
      • dua.puluh.empat.karat
    • ► Mei (4)
      • Penyerapan Anggaran Meningkat, Kinerja Juga Harus ...
      • Sepenggal Catatan Perjalanan dari Kota Kenangan
      • Pulang...
      • Makan, Berdoa, dan Jatuh Cintalah pada Negeriku!
    • ► April (4)
    • ► Maret (8)
    • ► Februari (10)
    • ► Januari (15)
  • ► 2012 (6)
    • ► Desember (2)
    • ► Juni (1)
    • ► April (1)
    • ► Januari (2)
  • ► 2011 (16)
    • ► November (3)
    • ► Oktober (2)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (5)
    • ► April (2)
    • ► Maret (2)

Teman-teman

See this :)

  • Home
  • About Me
  • Facebook
  • Twitter
  • About This Blog

Letter from God

Letter from God
gracehasibuan. Diberdayakan oleh Blogger.

God is good all the time

God is good all the time

Ordinary Grace

Ordinary Grace

Popular Posts

  • Pelajaran dari pembuangan Babel :)
    4 Desember 2013. Hari paling bersejarah. Untuk kedua kalinya saya menangis karena hal yang sama. Untuk kesekian kalinya saya merasakan uj...
  • (bukan) FILOSOFI KETAPEL
    Orang-orang yang hidup di fase modern seperti sekarang ini mungkin sudah jarang melihat ketapel. Tapi bagaimana dengan kamu? Pernahkah mem...
  • Kupanggil Kamu, ILALANG
    Lalu, begini. Kini saya ada di belakang netbook ini dan menulis tentangmu. Saya harap kamu tidak merasa keberatan dengan nama barumu dan ...
  • FRIENDS, LOVERS OR NOTHING
    FRIENDS, LOVERS OR NOTHING Wow its been a while since my last blog. Jadi weekend ini saya memang tidak kemana-mana. Minggu lalu udah...
  • Makan, Berdoa, dan Jatuh Cintalah pada Negeriku!
    Holaaaaaaa.. Kemana saja belakangan ini? Saya sudah kemana-mana. Ok, ini lebay! Lama sekali tidak menulis blog. Dua minggu yang l...
  • Aku, Kamu, Hati, dan Logika
    Kenalkan, namanya Logika. Dia yang menemani aku selama ini sementara Hati melanglang buana. Logika ini sungguh baik padaku. Perhatiannya t...

Categories

semacam curhat (36) random thinking (25) me and my GOD (17) (bukan) cerpen (bukan) puisi (14) opini (12) untuk sahabat (12) tentang mimpi (8) cinta dan perasaan (7) lagu (7) surat (7) Keluarga (6) Kisah Kita (5) kicauan pagi (5) pekerjaanku (5) 8-years-story (3) tentang ilalang (3) idola (2) TRAVELLING (1) feature (1) film (1) liputan (1)

What Date is Today?

Quote of The Day

Visit BrainyQuote for more Quotes

Hear This.. :)

When God Writes My Whole Life Story

...tentang warna-warninya hidup ketika ALLAH yang menulisnya... So, Let God be God in your life, dear

Senin, 09 Desember 2013

Pelajaran dari pembuangan Babel :)

4 Desember 2013. Hari paling bersejarah. Untuk kedua kalinya saya menangis karena hal yang sama. Untuk kesekian kalinya saya merasakan ujian di Kelas Padang Gurun. Bahkan beberapa waktu belakangan saya berpikir kalau-kalau saya seperti bangsa Israel yang sedang dalam masa pembuangan dalam kitab Yeremia. Keadaan yang menghimpit sebagian besar kebahagiaan saya, tanpa orang-orang terdekat. Ketika apa yang kau ingini tak semulus jalan orang-orang. Dan ketika saya merasa terdampar, sampailah saya kepada suatu perenungan...

Ketika kau merasa Allah membuangmu...

Pernah baca kisah bangsa Israel pada masa pembuangan di Babel?

Yeremia telah menubuatkan pembuangan di Babel selama 70 tahun. Pesan Allah kepada Yeremia juga cukup jelas. Orang Israel akan berada dalam masa pembuangan dan penguasaan Babel. Namun terdapat hal yang penting untuk dicermati di mana Allah memerintahkan mereka yang tidak ikut dalam pembuangan agar tetap menundukkan diri kepada pemerintahan raja Babel, Nebukadnezar. Sementara kepada mereka yang terangkut dalam pembuangan di Babel, Allah berpesan agar mereka hidup sebagaimana mestinya: kawin, berumah tangga, bekerja, beranak cucu.

Dan lebih dari itu, Allah menyuruh mereka bekerja mengupayakan kesejahteraan Babel! Wow!! Dalam Yeremia 29:7 tertulis, “Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan: sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu”
Kelihatan seperti paradoks bukan? Dimana umat Israel tetap disuruh berdoa, berharap, dan bekerja di tengah masa perbudakan dan kehancuran.

Mengapa??? It’s one of million dollar question!!

Allah tidak pernah membiarkan bangsa Israel dalam kondisi tanpa petunjuk. Ketika kembali saya membaca Yeremia 29:10-11, saya sadar Allah sedang memberikan penjelasan yang amat meneguhkan kepada bangsa Israel. “Sebab beginilah firman Tuhan: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini. Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku, mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

Dalam kehidupan, Allah mungkin menempatkan kita pada situasi dan kondisi yang tidak mengenakkan. Kita seperti ingin lari. Bukan seperti, malah memang benar-benar ingin lari. Kita mengupayakan segala cara untuk berusaha keluar dari situasi ataupun tempat tersebut. Namun ingatlah bahwa tidak kebetulan Allah “membuang” kita ke tempat itu, ke dalam situasi seperti itu. Mungkin terlihat pahit, terlihat tidak menyenangkan, tapi  masih ingat kan pesan Allah dalam Yeremia tadi? Usahakanlah kesejahteraan di sana, berdoalah untuk tempat dan situasi yang tidak menyenangkan itu. Buatlah perubahan!

Untuk kasus Israel, pelajaran menyakitkan itu mungkin dimaksudkan agar mereka bertobat dari segala kejahatan mereka yang mengerikan: agar mereka menyadari kedaulatan Allah atas sejarah kehidupan bangsa mereka: serta segudang alasan lain yang banyak dikaji oleh para ahli Perjanjian Lama. Hanya saja apapun alasan Allah, ada satu hal yang pasti,  rancangan Allah jauh melebihi rancangan kita. Allah tidak sedang coba coba ketika membuang Israel ke Babel. Allah punya maksud mulia yang mungkin sulit dipahami oleh nalar umat pada masa itu.
Demikian pula dalam kehidupan kita, Allah tidak sedang bermain dadu ketika Dia mengizinkan kondisi tak enak itu terjadi. Allah bukannya tak punya rencana ketika membuangmu ke suatu tempat, ke dalam sebuah situasi, ke dalam sebuah kondisi. Mungkin Allah sedang mengajar kita sesuatu, atau Allah sedang membentuk karakter kita, atau Allah ingin kita melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, berdoalah: agar kita menjadi peka dan mengerti apakah yang menjadi kehendak Allah. Sampai Allah sendiri yang akan membawa dan memanggil kita dari tempat itu. Hingga pengalaman penyertaan Allah dalam masa-masa penantian itu menjadi pelajaran dan pengertian bagi kita untuk terus menundukkan diri dalam kedaulatan Allah.

Ketika menulis catatan ini, aku sendiri pun sedang bergumul dengan satu perasaaan “terdampar” dalam sebuah tempat yang sangat jauh dari yang aku idam-idamkan, dalam pekerjaan yang tak lagi memikat hatiku, dan seperti Allah tidak lagi sedang mengantarku ke Tanah Kanaan. Didera oleh rasa bosan ini, aku merasa Allah sedang membuangku. Aku merasa ‘terpenjara’ sehingga tak mampu memberi yang terbaik dalam memaksimalkan seluruh talentaku. Aku ingin segera terbebas dari tempat ini.
Pertemuan dengan pasal ini mengubah pandanganku. Aku menyadari bahwa keberadaanku dalam tempat pembuangan ini berada dalam kerangka kedaulatan Allah. Bagianku adalah mengerjakan dengan setia dan mengupayakan ‘kesejahteraan’ di sana. Sampai Allah sendiri yang membawaku keluar.
Ah, pemahaman ini sungguh melegakanku. Bahwa di tengah tengah masa yang tidak mengenakkan ini, Allah berdaulat penuh. Dan penutup Yeremia 29 sungguh meneguhkanku secara pribadi. Ia berujar: ”Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;  apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan memulihkan keadaanmu dan akan mengumpulkan kamu dari antara segala bangsa dan dari segala tempat ke mana kamu telah Kucerai-beraikan, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan mengembalikan kamu ke tempat yang dari mana Aku telah membuang kamu.” (Yeremia 29:12-14)

Selamat malam. Tuhan Yesus memberkati.. :’)
>>Baca selengkapnya ya
Diposting oleh Grace Hasibuan di Senin, Desember 09, 2013 0 komentar
Label: me and my GOD, semacam curhat

Selasa, 16 Juli 2013

Pertanyaan Random Siang Hari

Tidak ada yang bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Sepanjang hari ini saya hanya duduk sambil main game bersama pacar baru saya di meja FO, hanya satu dua satker yang datang. Sesekali bernyanyi. Sampai saat ini saya rasa itu menyenangkan.

Bahkan saat mengetik ini, saa duduk manis dengan sang pacar baru di hadapan saya. Sibuk merefresh page situs di komputer. Baca email dan meng-googling. Di meja biasa. Di kursi (bukan) kesayangan saya. Dengan orang-orang yang sama setiap harinya di sebelah meja, seberang meja, dan belakang meja saya. Apa yang mereka kerjakan, saya tidak terlalu peduli. Silakan saja.

Yang saya pikirkan dan pedulikan saat ini adalah satu pertanyaan lewat begitu saja di kepala siang ini. Bunyinya: Lalu untuk apa kamu hidup? Oke, saya ulangi lagi. Untuk apa kamu, Grace, hidup? Untuk apa kamu (diisi nama kamu) hidup?

Pernahkah kamu berpikir serius tentang pertanyaan ini? Saya sering. Hingga kini belum bertemu jawabannya. Sudah pukul 15.15 waktu di komputer saya. Saya juga tidak akan berusaha menjawabnya sekarang. Karena saya sendiri masih belum mau menjawabnya dengan gamblang. Saya hanya kepingin berpikir di dalam diri saya. Kali ini cukup serius. Atau malah lebih tepatnya pura-pura serius dengan hidup saya? Dan lalu, ketika menulis ini, kembali pertanyaan itu berulang, "Untuk apa kamu hidup?"

Ada dua alternatif jawaban. Untuk diri sendiri. Atau untuk orang lain.

Tapi keduanya memiliki konsekuensi. Keduanya bukan sebuah keputusan yang gampang. Keduanya itu semestinya pertanyaan yang ditujukan kepada orang yang cukup dewasa.

Pertama, ketika kamu hanya hidup untuk diri sendiri, perutmu akan gemuk. Kamu akan mati karena jantung atau diabetes. Karena kamu tidak berani membagi cemilan gulamu kepada orang lain.
Kedua, ketika kamu hidup untuk orang lain, kamu akan langsing, kurus dan kere. Kamu tidak akan punya barang dengan milik sendiri. Kamu harus selalu membaginya untuk (kebahagiaan) orang lain.

Tapi bukankah di muka bumi ini tidak ada yang menjadi benar-benar hak milik kita? Semua itu milik Sang Pencipta, Sang Maha Besar. Bahkan hidupmu sekalipun bukan milikmu.

Lalu, untuk apakah kamu hidup?
>>Baca selengkapnya ya
Diposting oleh Grace Hasibuan di Selasa, Juli 16, 2013 0 komentar
Label: semacam curhat

Senin, 10 Juni 2013

dua.puluh.empat.karat

Manna, 10 Juni 2013

Ya,  ini ulang tahun saya. Sekaligus juga merayakan dua tahunan kencan bersama SK Penempatan. KPPN Manna. Merayakannya bersama 200-an orang lainnya di DJPB 2010. Dua tahun lalu, 10 Juni 2011 itu, hadiah yang indah bukan? Tahun ini saya juga sedang menantikan hadiah. Saya kira pengumuman hasil jurnalistik kemarin akan keluar hari ini. Ternyata belum. Dan memang salahnya, saya terlalu optimis lulus. Jadi, tahun ini belum ada hadiah apapun? Ah, tidak juga.

Saya terlalu percaya bahwa di dalam hidup, terkadang kita terlalu banyak menuntut orang lain memberikan hadiah kepada kita.

Bagaimana kalau sebaliknya, kau yang menjadi hadiah untuk dirimu sendiri, atau kau yang menjadi hadiah untuk orang lain.

Ketika saya menulis ini, tidak ada lilin yang ditiup di atas kue ulang tahun seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada teman-teman yang merecoki, membangunkan saya tengah malam. Di rumah juga tidak ada cemilan lagi yang tersisa, tidak ada stock kopi lagi di dapur. Hape pun mati. Tidak ada yang sempurna. Jauh-jauh hari sebelum saya berulang tahun, selain minta lulus “workshop jurnalistik”, saya tidak muluk-muluk meminta kado SK berikutnya (SK ikut suami kah?). Hanya meminta untuk dikirimkan hujan saja. Jangan lupa dibungkus dengan pita warna-warni. Mereka pikir saya bercanda. Tidak, saya terlalu menginginkan hujan untuk turun di hari ulang tahun saya. Dan, tadi tengah malam, si Hujan Bulan Juni itu datang.

Itu adalah hadiah.

Berulang tahun dengan uang di dompet pas-pasan.  Atau belum punya “seseorang” yang spesial. Bahkan jauh dari keluarga dan teman-teman terkasih bukanlah masalah besar. Belajarlah untuk mengalami kesendirian, karena biasanya disitu akan muncul karaktermu yang sebenarnya. Tidak ada permohonan yang spesial ketika saya berulang tahun.

Karena saya bersama DIA saja sudah cukup. Saya menjadi terlalu berharga.

Paling tidak untuk diri saya sendiri. Mungkin saat ini tidak ada pencapaian yang bisa kau ceritakan kepada orang lain. Kau masih bergumul untuk mencapai cita-citamu dalam diam. Kau masih belum masuk di hitungan siapa-siapa.

Tidak perlu juga. Kau tidak perlu menjadi sesuatu hanya untuk menyenangkan orang lain. Itu adalah penyimpangan. Lakukan apapun yang kau mau. Lakukan apapun yang kau suka. Lakukan itu dengan tertawa lebar.

Hari ini saya memasuki angka dua puluh empat. Angka istimewa saya pikir. Bukan hanya hari ini, tetapi tiap hari selalu istimewa bagi saya. Semuanya bergantung kau mau merayakannya atau tidak, bukan?

Tadi malam sebelum tidur, saya hanya bercakap-cakap dengan diri saya sendiri. Apa itu bertumbuh? Apa yang kau ingin tambahkan ketika kau bertumbuh? Dan kau ingin bertumbuh menjadi apa dan bagaimana?

Tidak mau.

Saya tidak mau bertumbuh menjadi apa-apa atau siapa-siapa. Saya mau tetap menjadi saya. Saya mau tetap muda. Saya mau tetap istimewa. Hanya saja saya mau bertumbuh semakin menyerupai karakter-Nya. Sulit ya? Tapi bisa.

Saya juga mau bertambah. Bertambah dalam segala hal.

Bertambah dalam kesendirian beberapa waktu ini mengajarkan saya satu hal: apa saya percaya dengan diri saya sendiri? Karena ini adalah modal dasar. Modal dasar untuk terbang lebih tinggi.

Hari-hari lelah dan menguras air mata, tetap akan saya hadapi ke depan. Itulah kenyataan hidup. Begitupun sebaliknya. Tidak perlu mengeluh, toh dengan mengeluh membuatmu semakin kurang sexy.

Lagipula, untuk apa takut? Adakah yang kurang lagi jika DIA panduku?

Mari angkat gelas, rayakan ketidaksempurnaan. Dan rayakan hujan yang mengguyur di luar.



Semoga tahun depan sudah ada yang mendampingi, cukuplah yang seperti John Mayer saja. Saya tidak punya uang mentraktir teman-teman saya karena Jomblo Perak tahun depan. Ahhhh... *melipir*


Selamat Ulang Tahun, wahai Yang Kata Orang-orang si Jomblo 24 Karat.. ! :)
>>Baca selengkapnya ya
Diposting oleh Grace Hasibuan di Senin, Juni 10, 2013 0 komentar
Label: semacam curhat

Rabu, 29 Mei 2013

Penyerapan Anggaran Meningkat, Kinerja Juga Harus Meningkat - Liputan Sosialisasi Revisi DIPA 2013 di KPPN Manna

Pengantar: Berita Liputan ini juga akan saya kirimkan ke Media Center Perbendaharaan. Ah, pasti akan ada banyak sekali typo. Yasudahlah, yang penting mencoba. :p

Menyadari peran pentingnya sebagai representasi Kementerian Keuangan di daerah, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bengkulu bekerja sama dengan KPPN Manna menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Revisi DIPA Tahun Anggaran 2013 pada Selasa (7/5) di Manna. Kegiatan sosialisasi yang dihadiri oleh para pejabat perbendaharaan pada satuan kerja di wilayah pembayaran KPPN Manna ini membahas PMK Nomor 32/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013 yang diundangkan 6 Februari 2013 lalu dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor 12/PB/2013 tentang Petunjuk Tenis Revisi Anggaran yang Menjadi Bidang Tugas Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013 yang terbit pada 8 April 2013. Sejumlah 90 orang yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, bendahara, dan staf operator aplikasi dari masing-masing satuan kerja di Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Kaur tampak memadati Gedung Aula KPPN Manna.

“Dengan Revisi DIPA Tahun Anggaran 2013, kita tingkatkan akuntabilitas, transparansi, dan percepatan penyerapan anggaran dalam wilayah Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bengkulu”. Demikian tema yang diusung dalam kegiatan sosialisasi ini. Pernyataan tersebut juga kembali ditegaskan oleh Kepala KPPN Manna, Gustani, saat membuka secara resmi acara sosialisasi. “Sangatlah memungkinkan adanya revisi, mengingat tenggat waktu perencanaan dan pelaksanaan anggaran cukup lama, perencanaan yang disusun pun belum mencakup seluruh kebutuhan tahun tersebut. Setiap revisi pun harus jelas tata kelola, kewenangan, prosedur, persyaratan, dan tidak menimbulkan multi tafsir. Dengan lancarnya revisi anggaran, diharapkan kualitas belanja APBN akan meningkat seiring dengan meningkatnya pencapaian kinerja kementerian/lembaga,” ujar Gustani dalam sambutannya, sekaligus menerangkan latar belakang diadakannya sosialisasi.

Abu Lerman Hutagalung, narasumber sosialisasi, dalam paparan materinya juga mempertegas kembali tentang pemisahan peran antara Kementerian Keuangan sebagai Chief Financial Officer dan kementerian/lembaga sebagai Chief Operational Officer dalam pengelolaan anggaran. Sesuai prinsip Let’s the manager manages, kewenangan penyelesaian revisi akan diarahkan lebih besar kepada KPA dan Eselon I Kementerian/Lembaga sebagai penanggung jawab program dan pengguna anggaran. Oleh sebab itu, sangat diharapkan para satuan kerja agar selalu tanggap akan prioritas kebutuhan dan perubahan kondisi dalam pelaksanaan anggarannya. Abu juga menjelaskan bahwa terdapat perubahan sistem yang cukup drastis dibandingkan dengan tahun 2012, yang menyebabkan baru pada triwulan II 2013 lah dapat dilaksanakan revisi anggaran secara penuh. Pengalihan proses bisnis penyelesaian pengesahan anggaran yang semula di Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan kini menjadi satu atap di Ditjen Anggaran ternyata tidak semudah yang dibayangkan, termasuk dalam penyiapan perangkat aturan dan aplikasi revisinya.

Lebih lanjut dipaparkan hal baru lain yang diatur adalah pengesahan revisi DIPA yang selama ini ditindaklanjuti dengan pencetakan hard copy DIPA Revisi diganti menjadi penerbitan surat pengesahan revisi yang dilampiri notifikasi dari sistem. Revisi anggaran juga dapat dilakukan antar provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan  oleh unit organisasi di tingkat pusat dan instansi vertikal di daerah selain biaya operasional, kecuali untuk satker BLU dan dalam rangka Dekonsentrasi TP dan UB. Untuk Kanwil Ditjen Perbendaharaan sendiri, kewenangannya sebagian besar meliputi revisi dalam hal pagu tetap dan yang bersifat ralat administratif.

Sosialisasi ini menghadirkan dua narasumber yang kompeten di bidangnya, yaitu Abu Lerman Hutagalung dan Bambang Trihantoro, yang keduanya merupakan Kepala Seksi Pelaksanaan Anggaran Bidang Pelaksanaan Anggaran Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bengkulu. Dengan dipandu dan dimoderatori oleh Gustani, Kepala KPPN Manna, acara berlangsung cukup hangat dan segar. Antusiasme peserta yang cukup tinggi pun terlihat pada sesi diskusi dan tanya jawab di mana para undangan menanyakan permasalahan terkait anggaran yang mereka temui, seperti penambahan akun baru untuk perjalanan dinas dalam kota dan paket meeting, kewenangan revisi POK, optimalisasi anggaran swakelola, dan pagu minus untuk belanja gaji. Sangat disayangkan, acara ini tidak memiliki sesi khusus untuk membahas teknis aplikasi RKAK/L DIPA 2013, sehingga belum dapat menjawab permasalahan satuan kerja terkait pengoperasiannya. Namun demikian, menurut Bambang, satker dapat berkonsultasi kepada Customer Service Officer di KPPN Manna jika menemui kendala.

Dengan diadakannya post-test pada akhir acara, Bambang berharap dapat mengetahui sejauh mana pemahaman para peserta sosialisasi akan materi yang disampaikan. “Penting bagi kami mengetahui sejauh mana pemahaman satuan kerja tentang revisi dan pengesahan anggaran. Kesinambungan dan kesamaan persepsi, serta kerja sama yang baik perlu terjalin antara satuan kerja dan Ditjen Perbendaharaan. Jangan segan-segan menghubungi jika ada kendala.”, ucapnya pada akhir materi. Bambang juga kembali menegaskan betapa pentingnya perencanaan anggaran, agar apa yang tidak sesuai dapat segera direvisi. Acara yang selesai pada pukul 12.30 WIB ini ditutup oleh Gustani dan dilanjut dengan makan siang bersama.

“Yang paling penting adalah bagaimana anggaran yang telah disahkan ini tidak hanya terserap, tapi juga efektif, efisien, tepat sasaran, dan memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Kita sebagai pengguna anggaran lah yang bertanggung jawab atas hal ini,” tutur Gustani dalam menutup acara sosialisasi, yang disambut dengan tepuk tangan riuh para peserta sosialisasi.
>>Baca selengkapnya ya
Diposting oleh Grace Hasibuan di Rabu, Mei 29, 2013 0 komentar
Label: liputan, pekerjaanku

Sepenggal Catatan Perjalanan dari Kota Kenangan


Pengantar: Salah satu karya jurnalistik yang akan saya kirimkan ke Media Center Perbendaharaan. Sampai sekarang belum berjudul. Sedikit merasa kesulitan bikin judul yang menarik. Dengan bahasa yang formal dan pembahasan yang agak serius, ini sulit, jendral!! Kan ini bukan blog. Sejenis Feature. Mbuh, feature apa namanya. Selamat membaca. Ditunggu kritik dan sarannya.

“Aku dapat Manna, KPPN Manna. Tanggal 20 Juni ini sudah harus di sana.”
“Nak, kamu bohong. Di mana itu?” terdengar suara kalut dari ujung telepon.
“Ya di Manna, bu. Aku juga tak tahu. Aku juga berharap ini bohong. Tega sekali mereka memberikanku surat sakti itu sebagai hadiah ulang tahun hari ini.”

Ingatan kembali melayang pada kejadian tanggal 10 Juni 2011 silam. Tanggal yang tidak akan pernah dilupakan oleh 230-an orang yang hadir saat itu. Ada yang menjerit. Ada yang hanya termangu. Ada yang menutupkan tangannya ke bibir sembari menahan air matanya. Ada yang bertepuk tangan riuh. Ada yang langsung menghubungi kawan dekat dan keluarganya. Ada yang saling berjabat tangan dan berpelukan. Ada yang lebih memilih merekam momen dengan tangan yang masih gugup gemetaran. Bahkan ada yang bernyanyi lagu Piala Dunia yang telah diubah liriknya menjadi “Wamena-mena e e waka waka tobi. O Manna Manna Saumlaki Tahuna Watampone…”

Membaca SK yang menjadi titik balik hidup, melihat nama-nama kota asing yang tertera di sana, para calon PNS Direktorat Jenderal Perbendaharaan itu hanya mampu tersenyum getir. Apa yang ada di depan sana, tidak ada yang tahu. Siapa yang akan ditemui, tidak juga ada yang tahu. Bagaimana bisa bertahan hidup dan sampai kapan akan ada di sana, pun hanya Tuhan yang tahu. Yang mereka tahu adalah sebagai punggawa keuangan negara harus bersedia ditempatkan di mana saja. Mereka, yang sering dijuluki pegawai Direktorat Jenderal Paling Berbakti dan Kantor Penjaga Perbatasan Negara tak membayangkan kalau itu hari terakhir bersama sebelum tersebar ke seluruh penjuru di pelosok tanah air.

Kota baru, status baru, tanggung jawab baru, teman baru, dan atasan baru. Sudah agak basi memang mengatakannya baru ketika kini sudah hampir dua tahun menjalaninya. Tapi, memang seperti itulah adanya, bagi saya, semua masih terasa baru. Saya masih gamang, bahkan seringkali saya tergagap. Apa yang saya songsong, dan apa yang saya tinggalkan tarik menarik menimbulkan kebimbangan. Saya terkadang lupa hidup itu maju, dan masa lalu tertinggal jauh di belakang. Jelas saja, dari Jakarta ke Manna, ada banyak sekali yang berbeda. Jakarta dengan segala kejamnya telah memberi begitu banyak teman dan cerita. Mengutip kata-kata Neale Donald Walsch, “Life begins at the end of your comfort zone”, setapak demi setapak kehidupan saya yang baru pun dimulai dari perjalanan menuju Bumi Rafflesia.

Pesawat yang membawa saya dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bengkulu terbang selama satu jam perjalanan. Tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Bengkulu, tapi terdapat banyak perbedaan rasa di antaranya. Sesaat setelah mendarat di Bandara Fatmawati Soekarno, saya seperti turut merasakan romantisme pasangan Presiden Soekarno dan Ibu Negara, Fatmawati. Entah mengapa saya merasa Jakarta dan Bengkulu seperti berjodoh, nama bandaranya saja sudah sepasang begitu. Ah, tidak, saya tidak sedang menggombal di sini.

Kota Manna yang terletak di bagian selatan Provinsi Bengkulu ini harus ditempuh perjalanan darat selama 3 jam dari bandara. Jika melakukan perjalanan pada malam hari, tidak banyak yang bisa dilihat dalam keadaan gelap sepanjang sisi jalan. Tapi jika perjalanan dilakukan siang hari, mungkin akan terasa seperti sedang shooting film Anaconda. Hutan sawit, gunung, sawah, hutan karet, pantai, dan sungai disuguhkan sepanjang perjalanan. Tidak seperti jalanan di Pulau Jawa, jalanan berliku dan berlubang-lubang memang menjadi ciri khas Pulau Sumatera. Mungkin ini yang menjadikan orang Sumatera memiliki karakter keras dan berjiwa petualang.

Jangan berharap dapat melihat bus atau angkot di Ibukota Kabupaten Bengkulu Selatan ini! Dan jangan ge-er dulu jika melihat ada lelaki bermotor berhenti di depan anda sambil tersenyum mengatakan “Ayu”! Tidak, dia tidak sedang menggoda, hanya seorang tukang ojek, yang menawarkan jasa pengantaran ke mana saja dengan biaya Rp. 3.000. “Ayu” sendiri bukan berarti paras yang ayu, hanya sebuah panggilan sopan untuk wanita. Yang paling mengagumkan, sepanjang berkeliling kota, akan didapati dari mulai rumah mewah, rumah sederhana, rumah batu, rumah papan, sampai gubuk pun terpasang parabola ataupun televisi kabel. Dengan jalanan tanpa macet membuatnya sangat jauh berbeda dari Jakarta.  Nyaris tak ada debu polusi. Pernah sekali saya terlambat ke kantor memang karena macet, tapi dengan jenis kemacetan yang berbeda. Segerombolan sapi seringkali bebas lalu lalang menghadang jalan, entah milik siapa.

Gedung-gedung pencakar langit seperti yang ada di sepanjang Jalan Sudirman, Jakarta tidak akan ditemui di Jalan Sudirman, Manna. Jalan dua jalur yang menjadi pusat perkotaan ini sungguh tidak se-glamour Jakarta. Kalaupun ada bangunan tinggi, paling hanya tiga lantai. Lantai paling atas dipakai memelihara burung walet, yang menjadi mata pencaharian beberapa penduduknya. Tidak ada bioskop. Tidak ada mall. Hanya toko-toko dan pasar. Membeli satu baju di sini sama harganya dengan tiga baju di Tanah Abang. Di ujung jalan ada taman yang biasa dikunjungi orang sore hari. Tampak anak-anak kecil berlarian. Ada ibu-ibu yang sedang menyusui bayinya. Ada pengasuh yang sedang memberi makan anak. Beberapa gadis ABG tertawa-tawa sambil merapikan poninya. Beberapa pemuda sedang memeriksa motornya yang akan dipakai balapan pada malam harinya. Tak luput juga dari perhatian, pasangan-pasangan yang duduk di sudut-sudut taman. Di tengah Taman Merdeka Manna terdapat sebuah tugu yang disebut Monumen Manna. Sungguh mirip Monas, tapi yang ini versi mini. Ah, rasa kangen pada Jakarta sedikit terobati.

Sama kerennya seperti mengatakan “gue-lo” di Jakarta, “ambo-kaba” juga menjadi sapaan akrab di sini. Hanya saja jangan katakan “kaba” pada orang yang lebih tua jika tidak ingin dia tersinggung. Hingga kini, kesulitan berbahasa masih saya alami. Untungnya, saya banyak belajar dari penduduk sekitar. Orang Serawai, begitu mereka menyebut dirinya sebagai penduduk asli Manna. Tak jarang juga saya menemukan orang Jawa, orang Padang, bahkan orang Batak di sini. Mendengar mereka berbicara bahasa Serawai bercampur logat asli suku sendiri seperti sedang merasakan indahnya Bhineka Tunggal Ika. Saya yang dulunya tidak mengenal siapa-siapa di sini, berangsur-angsur mulai memiliki kenalan. Mulai dari teman-teman kantor, satker-satker yang datang ke KPPN, pegawai-pegawai bank, teman latihan tenis, hingga teman dari gereja tempat saya ibadah setiap Minggu. Jelas saja, untuk beradaptasi dan dapat masuk dalam komunitas terasa sulit di awal. Namun memang pada dasarnya, masyarakat Indonesia itu gemah ripah loh jinawi, sama halnya dengan masyarakat di sini yang terbuka menerima orang baru. Saking eratnya ikatan kekeluargaannya, kota ini dijuluki Bumi Sekundang Setungguan. Sekundang setungguan dapat diartikan sebagai kebersamaan, persahabatan, dan kekeluargaan ketika tinggal bersama. Ah, manis sekali. Saya yang dulunya hanya bisa menjawab “au” yang artinya “ya” tiap ditanya apapun, kini paling tidak sudah bisa bilang “enggup” untuk menolak sesuatu. Pelafalan “e” jadi “i”, “r” menjadi “gh”, dan beberapa kata ditambahkan “u” di ujungnya. Kini ketika ada yang berkata pada saya seperti ini, “Gris, jak manau? Makan di ghumah kudai au,” saya bisa mengerti. Walaupun untuk beberapa kasus, seperti ketika ada satker datang ke kantor dan berbicara bahasa Serawai, sekalipun sudah berkonsentrasi penuh mendengarkan, saya tetap tidak bisa mengerti.

Di kota ini pula lah saya pertama kali makan tempoyak, sambal yang terbuat dari durian. Sejak di sini juga saya jatuh cinta pada pempek dan pindang patin, makanan khas Palembang, yang juga banyak terdapat di sini. Wajar saja, mengingat daerah yang dulu sempat dijajah Inggris ini, merupakan pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan. Dari segi bahasa dan karakteristik wajah, keduanya masih satu rumpun. Yang sangat disayangkan adalah Bengkulu belum mampu mengejar ketertinggalannya dari provinsi tetangganya. Di saat Palembang telah dihiasi gemerlapnya lampu kota, di Bengkulu sendiri masih sering terjadi pemadaman bergilir. Ketika Jembatan Ampera ramai dikunjungi wisatawan, banyak orang malah tidak tahu apa itu bunga Rafflesia Arnoldi. Ironis memang. Saya jadi ingat sepintas obrolan dengan teman soal daerah penempatan, “Ah, kamu mah enak masih dapat Sumatera. Gak kayak si anu di Papua.” Saya hanya tertawa dan menjawab dengan guyonan, “Bengkulu memang Sumatera. Sayangnya Sumatera rasa Papua.” Bagaimana tidak? Hampir sebagian besar propinsi ini merupakan daerah endemik malaria. Demam sedikit langsung divonis malaria. Mengkonsumsi pil kina sudah menjadi hal lumrah. Tak hanya beradaptasi terhadap masyarakatnya, tapi mungkin juga harus beradaptasi terhadap nyamuk dan pola hidup di sini.

“Aku rela deh penempatan Manna. Aku cinta pantai. Ah, enak banget lo!” Pernah teman saya yang berkunjung ke Manna berujar demikian. Saya bersyukur sebagai pecinta suara ombak dan penikmat birunya laut, saya ditempatkan di daerah pantai, bukan di daerah gunung. Ketika merasa penat dengan segala apa yang ada di kantor, kita bisa lari ke pantai dan melampiaskannya di sana. Begitu pikir saya. Di belakang rumah dinas KPPN tempat saya tinggal, terdapat tempat favorit saya melarikan diri dari segala rutinitas. Sepertinya belum bernama, hanya penduduk sekitar yang menamakannya Taman Remaja. Di sekitar taman terdapat bunker-bunker peninggalan penjajahan Jepang. Duduk di kursi bambu, memandang dari ketinggian taman, langit dan laut yang seperti menyatu, menunggu senja di ufuk barat, dan ditemani secangkir kopi. Maka, nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?

Bagi perantauan seperti saya dan teman-teman kantor lainnya, hidup di kota kecil seperti Manna dengan segala keterbatasan yang ada menjadi alasan kami menghabiskan banyak waktu di kantor. Entah itu untuk bermain tenis atau sekedar internetan. Terkadang di akhir pekan, kami berburu pantai. Bentuknya yang seperti putri tertidur, memanjang di sepanjang sisi barat Pulau Sumatera, menjadikan Propinsi Bengkulu memiliki banyak pantai. Pantai Panjang mungkin yang paling banyak dikenal. Pasalnya, selain terletak di ibukota propinsi dan lebih mudah dijangkau, pantai ini memiliki garis pantai terpanjang se-Asia Tenggara. Namun demikian, ada tempat lain yang layak saya sebut The Hidden Paradise. Pantai Laguna dan Muara Kedurang sangatlah eksotis. Jika nanti anda berlibur atau dinas ke sini, pastikan anda mengunjungi kedua tempat ini! Hanya sangat disayangkan, objek dan infrastruktur wisatanya tidak terurus.

Tak berlebihan rasanya jika Manna memiliki sebutan sebagai Kota Kenangan. Ketika kaki melangkah masuk dan keluar, ada banyak hal manis dan pahit yang dikenang. Saya bisa mengenang bagaimana rasanya menjadi “anak kemarin sore” di kantor. Saya bisa mengenang pertama kali di kantor dihadiahi satker sebuah permen Kiss. Di bungkusnya ada tulisan “Perjalanan masih panjang.” Ya, saya, anda, dan kita memang sedang melakukan perjalanan. Sepanjang perjalanan ini saya banyak menemukan. Temuan-temuan tersebut kemudian membentuk pribadi saya, mempengaruhi cara berpikir, bersikap, berperilaku. Saya menemukan banyak pengalaman yang membuat saya lebih luwes dalam hidup. Kenapa lebih luwes? Karena di mana pun kita, akan ada sisi liar kehidupan, yang kadang bisa ditaklukkan, bisa juga diajak berteman.

Saya ingat, saya memang pernah berniat, di mana pun saya ditempatkan, saya ingin menulis dan bercerita sebanyak-banyaknya tentang daerah itu. Semata-mata agar tidak banyak anak muda yang merasa takut ketika harus bertugas di belahan lain tanah airnya. Ketakutan tidak sama dengan rasa gugup karena penasaran.

Telah, sedang, dan akan di mana kita nanti, Tuhan tidak pernah salah menempatkan. Sekalipun apa dan siapa yang kita inginkan tidak bisa kita temui segera. Sekalipun berada di tempat yang serba sepi, serba jauh ketinggalan, dan serba ala kadarnya. Ada banyak sisi baik yang bisa ditemukan. Ada banyak hal berguna yang tetap bisa dikerjakan. Bagian kita adalah bagaimana menjadi orang yang mumpuni, punya jiwa melayani publik, bertanggung jawab kepada atasan, masyarakat, dan Tuhan. Hingga kini pun, saya masih terus belajar dengan segala keterbatasan yang ada dalam diri maupun peradaban yang ada, dan tak jarang harus mengakrabi alam yang rawan gempa. Semoga tidak terlalu muluk.

Sekian cerita dan masih tidak berhenti. Hingga nanti.

Manna, 25 Mei 2013
>>Baca selengkapnya ya
Diposting oleh Grace Hasibuan di Rabu, Mei 29, 2013 0 komentar
Label: (bukan) cerpen (bukan) puisi, feature, pekerjaanku, semacam curhat

Senin, 13 Mei 2013

Pulang...

Tidak lagi menjadi sebuah keberatan. Sebuah kata yang mungkin telah lama menjadi keinginan yang selama ini terkatup rapat di dalam dada. Belum pernah ada rasa yang melebihi rasa ingin pulang. Setiap orang butuh pulang. Setiap orang butuh kembali ke sebuah tempat dimana ia ‘berasal.’ Ketika menuliskan ini ada sebuah pertanyaan besar di dalam hati bahwa, kapankah waktu yang tepat untuk pulang. Adakah memang setiap orang butuh tempat untuk pulang? Dan bagaimana dengan sebuah kebingungan ketika hendak pulang kemana.

Biasanya pulang di awali oleh sebuah perjalanan. Seseorang akan melalui perjalanan panjang itu, sampai dia berada pada sebuah titik: hendak meneruskan perjalanannya atau kembali. Pulang. Saya membayangkan sebuah lorong panjang yang selama ini sudah saya lalui. Terkadang lorong itu gelap yang lama. Dan bahkan sebuah terang yang sangat singkat. Kadang juga lorong tersebut adalah sebuah  remang-remang, dan kamu hanya mendapati bayanganmu sendiri di sana.

Pulang, bukan akhir. Ia adalah labuhan. Dimana di sana ada rindu panjang yang selama ini tertahan. Kamu bisa melepaskan apapun yang selama ini kamu tahan. Apapun. Apapun yang kamu rasakan tinggal dilepaskan. Terkadang kamu kepingin pulang karena kamu hanya terlanjur capek berjalan sendirian. Jika orang bertanya: kenapa kamu ingin pulang?

Mungkin karena kamu rindu.

Saya meninggalkan rumah sejak tahun 2004. Kini hampir 9 tahun saya di luar. Sejak saya keluar dari rumah, saya berpindah pindah tempat dari satu kota ke kota yang lain. Dari satu kos ke kos yang lain. Dan akhirnya saya tiba pada sebuah kondisi dimana saya hanya kepingin pulang.

Merindukan rumah.

Rumah menjadi sesuatu yang saya dambakan. Rumah menjadi sebuah pilihan untuk rindu. Akhir-akhir ini saya hanya ingin pulang, hanya karena saya ingin mendapati orang rumah yang ada di rumah. Dan mereka bertanya kepada saya tentang hal-hal yang sederhana. Misalnya: “darimana saja hari ini?” atau “tadi ngapain saja?” dua pertanyaan sederhana yang saya inginkan. Dua pertanyaan sederhana yang akan membawa kita kepada obrolan yang panjang. Atau bisa jadi hal ini dikarenakan, saya sedang kangen mengobrol. Saya rindu percakapan-percakapan dengan ayah yang panjang-panjang dan jenaka. Saya rindu akan teriakan-teriakan ibu di pagi hari. Belum ada yang bisa menggantikannya. Belum ada yang bisa seperti mereka. Akhir-akhir ini seperti ada sebuah keresahan besar yang ada di dalam hati saya.

Rindu pulang karena rindu percakapan-percakapan sederhana. Atau canda tawa sederhana antara saya dan ketiga adik. Ah, sebentar lagi adik kecil  berulang tahun yang ke-14. Saya punya harapan banyak. Saya menelepon mereka kemarin malam. Dan ternyata di rumah sedang ramai. Kami mengobrol, lalu saya tanya apa yang mereka lakukan sepanjang hari ini, “Tidak banyak. Pacaran dan mencarikan pacar untuk kakak agar tidak kesepian.” Mereka menjawabnya sambil tertawa. Tawa mereka yang khas. Jawaban yang bagus pikir saya.

Tawa yang buat saya tambah rindu.

Adik-adik kecilku, kakak tunggu di sini ya saat liburan nanti. Temani kakak agar tidak kesepian!
Pada akhirnya, saya memang rindu... Pulang...










>>Baca selengkapnya ya
Diposting oleh Grace Hasibuan di Senin, Mei 13, 2013 0 komentar
Label: Keluarga, semacam curhat

Jumat, 10 Mei 2013

Makan, Berdoa, dan Jatuh Cintalah pada Negeriku!


Holaaaaaaa..
Kemana saja belakangan ini?
Saya sudah kemana-mana. Ok, ini lebay!

Lama sekali tidak menulis blog. Dua minggu yang lalu, tgl 27 April-1 Mei kemarin akhirnya saya mengangkat ransel saya lagi setelah sekian lama tidak melakukan travelling kemana-mana (akibat sok-sakit dan emang bokek). 
Dan pilihan saya jatuh kepadaaaaaa... jreng65432x.. Bali!! Oke, saya memang sangat orisinal. Ini mungkin tempat yang hampir semua orang pernah kunjungi. Di saat orang-orang liburan ke Australia, Israel, dan Arab, saya malah baru ke Bali dengan bangganya. Eit, tapi mari lihat lagi judul postingan ini, "Makan, Berdoa, dan Jatuh Cintalah pada Negeriku!" Negeriku, Indonesia, wahai para pembaca. Kalau kalian sudah pernah ke sana, tolong berpura-puralah tertarik. Kali ini saja. Saya akan sedikit bercerita tentang kisah-tidak-klise-yang-mengharukan selama di sana. Saya sudah berusaha keras kok agar tidak terdengar seperti brosur perjalanan atau "planet kesepian" yang merupakan buku panduan merangkap primbon yang sudah kebanyakan dipakai dan dimaki-maki karna sudah menyesatkan orang entah ke negeri antah berantah mana. Dan bersyukurlah, saya tidak mengalami 'Lost in Bali' kemarin.

Perjalanan ini diawali dari tiket yang sudah terlanjur dibeli setahun yang lalu, Air Asia CGK-DPS untuk tiga orang, an. Satria Anggaprana, Fitri Widiana, dan Grace Hasibuan PP tgl 27 dan 30 April 2013. Sekali lagi, kenapa harus Bali? Karena itu adalah tiket termurah yang bisa kami temukan. Seandainya kemarin tiket termurahnya ke Palestina ya pasti kami kesana. Dan kenapa tanggal segitu? Akhir bulan dan tidak ada libur kejepit di tengahnya. Jujurly speaking, ini semua gara-gara saya yang salah lihat tanggal, sodara-sodarah. Situs portal seven yg geblek itu bilang kalo Good Friday jatuh tanggal 29 April 2013, dan lebih begonya lagi tanpa babibu saya percaya saja padahal itu hari Senin. Ya sudah lah. Apa lacur. Besok kita kursus Bahasa Inggris lagi

And guess what? Liburan yang sudah direncanakan matang-matang dari setahun yang lalu luluh lantak gara-gara saya gak lulus D4 dan belum menikah. Tidak seperti kedua teman saya. Tepat sebulan sebelum keberangkatan. Berhubung saya pinter gombal dan berbakat salesgirl, saya berhasil merayu dua orang teman saya, Nana dan Elimar kembarannya Marimar untuk berangkat ke Bali menggunakan 2 tiket gratis teman saya itu. Entah apa yang ada di pikiran kami kemarin, padahal di KTP yang satu pakai kerudung, dan yang satunya lagi itu cowok.
Saya dan kedua mantan sohib kosan saya itu dari dulu memang punya rencana travelling bareng yang belum tercapai juga. Dan siapa yang sangka tercapainya malah seperti ini. Big thanks buat Kajol dan Angga yang merelakan tiket dan KTP nya. Sehingga PNS biasa seperti kami ini yang gajinya Cuma cukup buat hidup plus bersenang-senang sedikit (makan enak, beli buku, beli hardisk untuk copy film) bisa liburan bareng. Sekalipun terpaksa cuti. :/

Dan cerita pun belum berakhir sampai di sini. Eng in eng..!! Entah mungkin kurang berbekal doa dan puasa, perjalanan kami ternyata tidak mulus-mulus saja. Kayaknya batasan antara cari petualangan dan cari bahaya itu beda tipis. Saya sudah sering dengar tentang nasihat-nasihat seperti ini:
  1. Jangan bicara sama orang asing, nanti dihipnotis.
  2. Jangan pergi ke mana-mana sendiri nanti diculik alien kolor ijo.
  3. Pastikan kalau pergi jauh, ada yang menjaga kita. Kalau gak punya suami, ya paling tidak bawa teman se-RT. (Jangan bawa suami orang, bahaya!)
  4. Selalu kabari keluarga. Biar diridhoin, dan lagi kalau hilang, bisa cepat ketauan
  5. Pastikan segalanya aman, nyaman, terkendali, jelas, rapi, dan TERENCANA dengan baik, persis jaman Orde Baru

Tapi, gaya emak-emak osteoporosis kayak gini bikin saya pengen cepat-cepat ngasih surat wasiat. Dalam hal bepergian, model armchair traveller menurut saya, tak ubahnya dengan duduk diam di rumah sambil nonton DVD Bollywood. Ah, tolonglah, kerjaan saya sudah kelewat aman dan tenteram. Saya perlu sedikit kejutan. *Alesaaaan. Tapi memang teman saya sering bilang, saya suka nekad dan cari bahaya. Berkali-kali jadi EO jalan-jalan, berkali-kali juga jantung teman-teman saya seperti naik rollercoaster. Gak nyaman di lambung dan bikin degdegan. Begitu pun kali ini. Bayangkan saja, malam sebelum keberangkatan, saya baru mengabari teman saya, untuk menjadi tour guide dan mencarikan hotel murah.
“Gue mau jalan ke Bali besok, bareng Eli dan Nana” –BBM delivered
“APAAAHH??Besok??” *kamera zoom in zoom out*
“Yang kau kiranya ke Bali itu kayak mau ke Siantar ya, seenak jidat. Gimana kalau aku gak bisa?” –Rihard, 25 tahun
“Aku juga mau ke Bengkulu besok ah!” –Sappe, sudah tua masih keong racun
“Gue doain lo nyampe dengan selamat, GAK BERBUAT ONAR, balik juga selamat” –Odeng, KPPN Amlapura

Akhirnya tibalah hari yang dinanti-nanti. Dengan lancar bisa tiba di bandara 2  jam sebelum keberangkatan. Udah check-in. Udah cakep. Dan juga udah pasang tampang sok yess.
Lokasi : Loket boarding pass dan airport tax Air Asia. Antrian panjang. Dengan seorang mbak petugas Air Asia, sebut saja Bunga
Grace : *maju terdepan, nunjukin 3 KTP, dan 3 boarding pass*
Bunga : *menatap misterius* Mbak Fitri mana?
Elli     : *tampang sok iya* Saya, mbak
Bunga : Alamatnya dimana?
Grace : Grobogan mbak *Eli masih bingung*
Bunga : Tanggal lahir?
Grace : 20 Mei 1989
Bunga : *makin bingung* yang Diana yg mana sih? Jilbabnya mana? Satria mana?
 Jangan-jangan yang ini juga bukan Grace yang asli? *%76&(*@57;)^$/*
*serempak kebakaran jenggot*

Mission failed! Untungnya kami tidak langsung frustasi dan kehabisan ide. Berhubung saya dan Elli sudah cuti 3 hari dari dusun tercinta yang jauh di sana, masa iya 5 hari dihabiskan sia-sia di Jakarta? Mending muka ditaruh di bokong aja deh daripada malu ke khalayak ramai gara-gara gagal liburan. Jakarta sama sekali bukan kota favorit saya kecuali untuk mall-mallnya (kata Eli). Ah, saya pun begitu, alasan saya dulu belum rela meninggalkan Jakarta cuma karena ada seseorang di sana. #eeaaaa #curhatsambilngupil. Tapi itu duluuuu, sodara-sodarah.

Opsi lain adalah berlibur ke rumah Nana di Salatiga, naik kereta api malamnya, demi ingin mengurangi emisi CO2 dan memperkecil budget. Terkatung-katung di bandara, menghitung budget masing-masing, tanya sana sini tiket termurah ke Bali, dan tidak tega membuat orang tua Nana hipertensi karena harus menanggung malu dan makan dua anak gadis orang di rumahnya, maka dengan biaya seminim-minimnya, kami tetap berangkat ke Bali. Bodoh? Enggak sih. Nekad? Iya! Gak perlu lah ya saya publish di sini berapa harga tiket kami saat itu, dan gimana raut wajah kami kemarin, terutama raut wajah Nana yang paling terjebak dalam hal ini. (PS for Nana: Na, bersyukurlah, kalau gak bareng kami, kapan lagi kan kamu dapet pengalaman ngehe kayak gini?)

Selama 2 jam di pesawat tidak banyak yang bisa saya ceritakan. Tapi begitu pesawat mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai, saya turun bak pramugari minus baju rapi, tas keren, dan rambut disanggul. Apalagi bila dibandingkan dengan bule keren yang seliweran, baju saya malah lebih mirip orang-orangan sawah, tas ransel yang belum dicuci 2 tahun, dan rambut baru bangun tidur, tidur lagi. Dari kejauhan tampak kak Rihard, Nana, dan Eli menanti dengan tidak sabar sambil membawa kertas bertuliskan “GRACE”. (Kenapa Nana dan Eli bisa tiba duluan?) Rasanya saat itu ingin saya melambai-lambai sambil bilang, “Hallo, saya Duta Pariwisata Bengkulu”

Malam pertama kami habiskan mengelilingi Kuta. Hiruk pikuk Kuta mulai terasa begitu turun dari taksi. Bule is everywhere. Di sinilah pusat kehidupan malamnya Bali. Keliling Kuta dengan membawa ransel di punggung bikin kami gagal tepe-tepe di depan bule. Bukannya keren, tapi lebih mirip kura-kura. Sepanjang jalan, saya cuma bisa berdoa semoga sendal jepit saya gak putus tiba-tiba, dan betis saya tidak meledak. Tadinya sih berencana menginap di Kuta. Karena dekat bandara, banyak hotel murah, dan ada banyak pub dan bar di sana. Biar dibilang resmi gaul, boleh lah ya punya niat nyobain pub nya sekali, mumpung di Bali? Saya janji cukup mesan bandrek aja kok nanti, gak macem-macem. Yakali dapat kenalan bule. Dibawa keluar negeri, gak perlu lagi meriksain SPM. Tapi apa lacur, karena menyadari kantong kami yang udah megap-megap, kami menerima tawaran menginap di rumah kosan Duma di Denpasar, teman SMA saya, yg saya juga baru tahu kalau dia sudah bekerja di Bali. Berenam dengan 3 motor, sebelum ke kosan Duma, kami capcus makan malam dengan menu nasi opor. Saya kira ada opor beneran, ternyata ayam disuwir-suwir, dikasih kuah opor encer, sedikit. Menu apa macam ini?

Saya sebenarnya sangat berharap begitu tiba di kos Duma nanti bisa langsung nempel di kasur. Dan bayangkan betapa shocknya kami, ternyata isi kosannya adalah orang-orang Perkantas. Kami duduk, kenalan, ngobrol, kemudian BERDOA. Iya, berdoa. Sesuatu yang seringnya jarang saya lakukan untuk mengawali suatu travelling. Betapa menohoknya. Karena doanya kak Nara, itu lah yang membuat perjalanan kami terasa amat sangat manis dan indah. Terimakasih kak Nara. Terimakasih penghuni “yang katanya Ruper”. Terimakasih Mama Lemon *Loh?

Entah mengapa seumur-umur, saya merasa ini adalah travelling saya yang paling rohani. Bagaimana tidak? Didoakan, diajak ke gereja hari Minggunya, berkenalan dengan anak Sola Gracia Perkantas, dan MAKAN babi guling. Dikit-dikit makan. Dikit-dikit ba*i. Dan dikit-dikit melotot melihat tagihannya. Selesai makan pagi dan siang yang dirapel, kami menyewa motor 24 jam seharga 60 rebong. Dengan tiga motor, kami pawai keliling Bali. Naik motor seharian dengan kondisi matahari di Bali yang mungkin ada dua itu rasanya benar-benar awesome (baca: asem). Jadi kalau kulit saya dan teman-teman terbakar matahari, itu sumprit bukan karena kami berjemur. Gak masuk akal kan jauh-jauh berjemur ke Bali, orang di rumah aja kita udah bisa jemur kerak nasi sampe renyah. Inilah pengorbanannya kalau ingin keliling pulau dengan biaya ringan!
Rute hari itu rasanya banyak sekali. Sanur. Garuda Wisnu Kencana. Pantai apa namanya saya lupa, ada ressortnya, pernah masuk kok di Rekreasi Azis Nunung. Uluwatu. Jimbaran. Ah, rasanya saya tidak perlu lah banyak celoteh lagi. Bisa lihat sendiri album foto-foto kami kan?

Sappe, sang fotografer, gayanya aja yang banyak, hasil jepretannya? Nope




Menantang ombak

Footprints in the sand
Mau berenang aja kudu mendaki dulu
Ini ressort yang saya bilang tadi. Keren! Ada gondolanya. Tapi kita lebih memilih mendaki gitu biar sehat

Hal yang paling bisa dilakukan di Uluwatu setelah ketinggalan sunset dan kecak adalah poto-poto. Daripada melongo

Hal paling memalukan sehabis renang di pantai adalah saya sangat bersusah payah memilin-milin baju celana kolor saya yang basah berpasir supaya muat dalam satu tas yang tidak menggembung. Euihh! Oh iya, di Uluwatu ada banyak sekali monyet pengintai benda blink-blink. Untung saya tidak terlalu banyak tertawa, kalau tidak mungkin saya udah dikejar gara-gara behel ini. :maluah
Sepulang dari touring seharian, dengan kondisi basah-basahan, kucel, bauk, dan berlumuran garam laut pastinya, dengan pedenya kami makan malam di Jimbaran. Dengan menu ikan bakar, cumi asam manis, cumi saus padang, dan udang saaos tiram. Sayang, tidak ada sessi pemotretan di sini. Selain karena suasananya romantis remang-remang gimana gitu, kami juga udah kelaparan, gak mikir mau poto lagi.
Mission 1st day accomplished!!

Hari berikutnya, kami menempuh perjalanan Tabanan, Bedugul, dan Tanah Lot. Kali ini rasa penasaran saya akan Ayam Betutu khas Bali terjawab sudah. Khas memang. Semacam dikasih andaliman versi Bali. Percaya atau tidak percaya, kami sukses menyeret kak Rihard, PNS paling baik abad ini untuk bolos setengah hari menjadi potograper travelling kami. Untung perjalanan kali ini ditempuh TIDAK DENGAN MOTOR, tapi dengan mobil, yang disetir oleh Kak Umbu, kakak cowok baik hati yang baru kami kenal, asal Waingapu Sumba, orangnya supel, cakep, rajin menolong, dan gemar menyiram bunga.
Bedugul sangat dingin, beda sama perjalanan kemarin yang sepanas kuali. Yang paling saya sukai adalah daerahnya kesannya mistis, romantis, putis, wajib dilukis dan kepengen pipis. Jalan di sekeliling gunung juga sangat indah, dengan pura Hindu bertebaran di mana-mana. Anehnya sepanjang jalan kami tidak menemukan tukang pijet, tukang tatto, tukang jual kain pantai, tukang ojek, tukang persewaan mobil, tukang tuker uang asing, tukang hias cat kuku, tukang kepang rambut, dan tukang ngajarin orang selancar. Tapi yang kami temukan adalah segerombolan ABG labil seliweran ntah dari mana asalnya. 













Sekarang saya mengerti kenapa orang-orang pada mau repot-repot bepergian. Ada di mana, bersama siapa, liburan menyenangkan bersama orang-orang yang menyenangkan. Kami tetap bahagia walaupun kehujanan, belepotan, keringetan, dan bau matahari. Rasa-rasanya semua itu terbalas dengan birunya langit, dinginnya kabut, merahnya langit saat senja di barat, bayangan pepohonan, ombak yang berkejaran, angin yang segar, dan tawa lepas. Berkelana bukan sekedar memanjakan diri dengan makanan ala carte dan hotel berbintang kok. Masalahnya cuma habis itu kantong saya bokek, kaki saya pegal, jadi susah jongkok, dan punggung juga linu-linu. Bagi yang tanya, MANA OLEH-OLEH? Ini, saya kasih cerita dan foto saja ya. Di Bali apa-apa mahal. Dan kami 100% miskin karena uang habis buat beli tiket pesawat di hari H.

Liburan saya juga ditutup dengan indah di Jakarta. Bertemu dengan dua orang tersayang. Pertemuan kedua. Nonton Ironman 3D. Terimakasih udah menyelamatkan muka saya di depan tukang martabak, beb. Dikunjungin Adin dan Cincau. Ngobrol ngalur ngidul dengan ketiga adik kosan. Karaoke dengan mereka dan kakak kesayangan, Rocky. Hihhiii.. Semoga bisa bertemu kalian lagi yah. Pasti. :)

Ah, sudah, saya sudah kehabisan kata-kata. Memang gak bakat jadi penulis kisah travelling. Kebanyakan membual. Hahahhaahaha..

MAKAN, BERDOA, DAN JATUH CINTALAH PADA NEGERIKU..!!










>>Baca selengkapnya ya
Diposting oleh Grace Hasibuan di Jumat, Mei 10, 2013 0 komentar
Label: semacam curhat, TRAVELLING
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod | Distributed by Deluxe Templates