Lalu,
begini. Kini saya ada di belakang netbook ini dan menulis tentangmu.
Saya harap kamu tidak merasa keberatan dengan nama barumu dan semoga kamu
suka.
Ada
cangkir berisi teh rasa lemon di depan saya dengan gula yang tidak saya
aduk. Kenapa tidak diaduk? Saya malas mengaduknya. Biarkan ia larut
sendiri. Sama seperti cinta, kadang kamu harus biarkan cinta itu larut.
Lalu
saat ini saya sudah larut ke dalam matamu yang hitam dan bibirmu yang
tersenyum. Saya begitu terbius dengan kata-kata dalam cerita-ceritamu tentang apa saja yang bisa diceritakan tentang dirimu sendiri-- begitu indah. Apalagi ketika kamu menggambarkan kebahagiaanmu tentang dia-- ah sudahlah.
Kamu
tahu saya suka John Mayer dan hujan, lalu mungkin saja kamu sedang menerka saya begitu tergila-gila denganmu-- Ah, mungkin memang kamu begitu memesona saya. Tapi bukan soal fisik, Kamu buat saya jatuh cinta lagi terhadap kehidupan,
rasa ini membuat saya begitu sembuh --sembuh total.
Untuk
menjalani kembali hari-hari saya. Entah kenapa saya merasa begitu
tolol, saya tidak bisa memilikimu. Kita berbeda di banyak segi. Kamu pun sudah memilihnya, entah kamu mencintainya atau tidak.
Semoga ini tidak berlebihan.
Tapi
tidak apa, saya mau memulai lagi mencinta. Bukan, bukan menjadikanmu sebagai pelarian. Bukan juga ingin memilikimu sepenuhnya. Dan kau tetaplah di sana, tetaplah dengan
keberadaanmu, tetaplah seperti sedia kala, seperti sebelum saya
menemukanmu di balik rumput hijau.
Lalu, saya memanggilmu ilalang. Kalau kamu tanya? Kenapa saya memanggilmu ilalang. Karena kamu tumbuh liar diantara rumput hijau.
Kamu datang dengan liar lalu memesona. Begitu saja.
0 komentar:
Posting Komentar