"Berarti pada akhirnya hati kita dong ya yang akan memilih? Nah gimana dong biar pilihan kita ga jatuh kepada orang yang salah?"
"Intinya, tiap orang punya prinsip, kalo mereka mantebnya lewat hal itu, ya IT'S THEIR CHOICE..."
Sepenggal obrolan saya dengan seorang teman pria yang berada di pojok kanan atasnya Indonesia (Bagian Timur). Mengobrol dengannya terkadang membuat saya berpikir keras akan banyak hal. Dan kali ini entah kenapa tengah malam menjelang pagi begini saya begitu tergelitik dengan beberapa kata yang dilontarkannya. IT'S THEIR CHOICE! Ah, rasanya hidup ini terlalu singkat jika harus dilewatkan dengan pilihan-pilihan yang salah.
Life is the art of making choices, hidup adalah seni membuat pilihan, kalau kata orang bijak. Setiap manusia secara intuisi ingin membuat keputusan paling tepat dalam setiap pilihan yang ada. Secara naluriah kita menyadari bahwa keputusan yang kita ambil sekarang akan mempengaruhi masa depan kita. Masa depan. Dua frasa yang sakral ini membuat kita akan berusaha keras untuk mengambil pilihan yang paling bijak untuk masa depan yang lebih baik. Baik informasi, pengetahuan, dan pengalaman dikumpul sebanyak-banyaknya, data diolah sebijak-bijaknya untuk menghasilkan keputusan paling baik.
Tak hanya bagi diri sendiri, keputusan yang kita ambil pun seringkali akan menyinggung, menyentuh, menggoncang kehidupan orang lain. Taruhlah keputusan seorang ibu yang memutuskan untuk berhenti bekerja, tentu akan menyinggung dan memengaruhi kehidupan anak-anak dan keluarganya. Di tataran yang lebih besar, keputusan seorang pemimpin akan mempengaruhi anak buah, dan keputusan seorang presiden akan memengaruhi jalan hidup warga negaranya. Kehidupan miliaran manusia ditentukan setiap harinya oleh beragam keputusan yang diambil oleh para petinggi di berbagai negeri. Tak heran seni mengambil keputusan menjadi sebuah ilmu sakti mandra guna yang harus dikuasai oleh mereka yang ingin meraih posisi tertinggi di berbagai sektor, entah pemerintah, entah perusahaan.
Di tataran individu, seni mengambil keputusan ini kerap membuat banyak anak manusia merasa frustasi. Membuat keputusan yang salah adalah momok mengerikan. Setiap orang, tentu termasuk saya, merasa ngeri atas setiap konsekuensi yang akan datang dari pilihan yang salah. Banyak orang, termasuk saya, cenderung takut untuk melangkah ketika di hadapan tersedia sejumlah pilihan yang cukup membingungkan. Mau kuliah dimana? Mau bekerja dimana? Mau menikah dengan siapa? Satu pilihan, dan hidup akan berubah.
Bagaimana jika kita membuat keputusan yang salah? Tapi benarkah ada keputusan yang salah?
“Bagaimana jika saya dahulu tidak bertemu dengan dia? Bagaimana seandainya jika saya tidak bekerja di sini? Bagaimana seandainya saja saya terus dan tidak menyerah? Bagaimana seandainya dulu saya tidak menjawab ya? Ah seandainya saja saya dahulu memperjuangkan untuk belajar di jurusan itu bukan malah berkuliah di sini. Ah, bagaimana jika ternyata ini adalah keputusan yang salah?”
Sayangnya, ketika kita tiba pada satu titik dimana kita menyadari bahwa kita mengambil langkah yang salah, sesal atas keputusan yang telah diambil menjadi tiada guna.
Dibanyak kesempatan, kita tidak akan pernah benar-benar mengetahui apakah pilihan yang telah kita buat merupakan pilihan yang paling tepat, atau justru kesalahan terbesar. Semuanya akan tergantung pada makna apa yang kita beri pada setiap peristiwa, hikmah apa yang kita petik dari setiap kejadian.
Pernah dalam sebuah rapat muncul sesal di antara panitia atas sebuah keputusan yang telah diambil bersama. Namun seseorang dengan bijak berujar, “Pada waktu keputusan itu dibuat, informasi yang kita dapatkan adalah demikian. Kita membuat keputusan terbaik berdasarkan informasi yang terbaik yang bisa kita peroleh waktu itu. Kita toh tak bisa memprediksi masa depan. Jadi kurasa tak ada yang perlu disesalkan.” Wow!
Dan untuk kasus saya, tentu ada banyak waktu dimana saya berharap bisa memutar jarum kehidupan dan membuat pilihan yang berbeda, mengambil keputusan yang tak sama. Kita semua begitu bukan? Namun dalam perjalanannya, saya menyadari bahwa setiap kesalahan yang dibuat telah membuat saya belajar banyak hal. Saya mengetahui banyak hal. Bertumbuh semakin kuat. Dan mengalami hal yang membuat saya mampu menarik sudut pandang yang berbeda, yang mungkin tak akan bisa saya lakukan jika saya tak jatuh dalam kesalahan itu. Keledai saja tidak jatuh ke lubang yang sama, tentu saja saya tidak lebih bodoh dari keledai dan tidak ingin terus menerus jatuh pada kesalahan yang sama.
Intinya hal-hal yang dianggap sebagai pilihan yang salah itu justru memberi peta agar tak terjerumus pada lubang yang sama.
Menyesali suatu keputusan yang diambil tanpa menarik makna darinya hanya akan mendatangkan duka yang lebih besar. Karena penyesalan tak akan pernah membawa kita ke titik dimana kita mulai melangkah. Kita tak punya banyak pilihan selain meneruskan perjalanan dimana kita mendapat ilham bahwa kita telah melakukan kesalahan.
Pada akhirnya, berjalan bersama Tuhan setiap harinya akan melepaskan beban berat dalam proses pasca pengambilan keputusan itu. Kenapa? Karena kita tahu selama kita berjalan dalam tuntunan Tuhan, bahkan kesalahan dan bencana terburuk pun bisa dipakai untuk mendatangkan kebaikan. And then we can relax, God is in His perfect control, dear!
Teruntuk kamu, sahabatku, sebut saja "Bunga", saya berdoa agar kamu tetap melibatkan Tuhan dalam mengambil dan menjalani keputusan yang kamu ambil dari setiap pilihan yang ada, selanjutnya, mari belajar menjadi wanita cantik dan ibu yang baik seperti yang kita cita-citakan dulu. Selamat menempuh hidup baru ya. Suatu saat saya akan menulis tentang kisahmu seperti yang saya janjikan kemarin. Percaya dan tunggu sajalah, hiihhii..
Dan kamu, sumber ide saya malam ini, mungkin efek lengan yang semakin kekar karena push-up dan belajar tenis dua minggu ini menjadikanmu semakin bijak dan dewasa sekarang. Semoga kamu konsisten ya menjalani pilihanmu untuk tidak merokok dua minggu ini. Saya tunggu cerita-cerita inspiratifmu selanjutnya...
Dan saya, ahh kenapa tiba-tiba malam ini bahasa saya menjadi berat begini yah. *melipir*
THEN, OF COURSE, THE CHOICE IS YOURS!
0 komentar:
Posting Komentar