Selisih waktu dua hari, tepat Ayah ulang tahun. 16 Maret 1960. 16 Maret 2013. Sekarang saya di kantor, agak mengantuk, kemarin tidur terlalu larut, tapi kemudian saya buka komputer lalu hendak menuliskan sesuatu untuknya—entah suatu kebetulan atau bukan, ketika Ayah berulang tahun kemarin ada hujan di luar. Tapi bukan, bukan karena itu saya tidak menulis tepat di hari ultahnya.
Ini adalah tahun kesekian saya merayakan ulang tahun Ayah di luar dan hanya melalui tulisan. Kepada Ayah yang pemberani, ijinkan saya menulis sesuatu. Ini adalah ulang tahunmu yang ke lima-puluh-tiga. Tahun-tahun panjang begitu banyak yang kau lalui.
Pengalaman dan debu perjalanan itu seperti menggantung di kerut wajahmu. Menjadi dewasa dan matang itu sendiri terlihat dari begitu banyak ubanmu. Semangat yang membara toh tidak padam dari sinar matamu. Kebijakan senantiasa keluar dari mulutmu.
Hal yang baik itu menular, Ayah. Seperti katamu selalu lakukan segala sesuatu itu tulus, tulus saja. Anak macam apa yang ketika dinasehati seperti ini tidak mau mendengarkan. Tidak mudah menjalani usiamu,
Yah. Tidak—lalu saya bertanya? Dengan apa kau bisa bertahan?
Saya ini anak sulung ndablek bin jogal Ayah, yang musti berkali-kali dibilangi dulu baru mengerti kemudian. Tapi Ayah selalu menyayangi saya, lucunya setiap Ayah berulang tahun selalu ada berkah yang kecipratan untuk saya di perantauan.
Kemarin saya habis Sosialisasi di Jakarta. Tepat di hari ulang tahun Ayah pun saya berkumpul dengan orang-orang terbaik saya dari semasa kuliah hingga sekarang. Saya merasa selain di rumah, itu kali pertama saya bisa tertawa sebahagia dan selepas kemarin, setelah hari-hari panjang dan berat yang saya lalui di perantauan. Tuhan menyediakan orang untuk berbagi. Tuhan mencukupkan segala kebutuhan. Tuhan adalah gembalaku, itu sudah cukup! Itu pun saya pelajari tepat di hari ulang tahun mu, Ayah.
Betul—anak perempuan Ayah sudah dewasa. Banyak(?) yang naksir. Tapi belum ada yang serius mengajak saya—begitulah. Jangan tanya kenapa! Jaman tidak segampang dulu ketika Ayah bertemu Ibu. Atau pria-pria itu memang tidak sepemberani Ayah saja. Mereka penakut.
Terima kasih untuk punya gen dari Hasibuan. Terima kasih untuk memberi nama yang begitu kuat kepada saya Grace Rouli Maharani. Terima kasih meluruhkan ketulusan. Terima kasih sudah mengajarkan kalau di dalam hidup, ketika jatuh tak lupa untuk berdiri lagi.
Ah, yang sehat ya Ayah. Kita belum ke bulan, berdua saja! Kita juga belum tour ke Israel, sekeluarga! Selamat ulang tahun Jannen Henry Kiraman Hasibuan. Lima puluh tiga tahun itu sexy!
KPPN MANNA, 18 Maret 2013. 09:18
*sedang ingin memanggilnya, Ayah. Padahal biasanya Bapak :)
0 komentar:
Posting Komentar