skip to main | skip to sidebar

Search Here

...tentang Grace...

Foto Saya
Grace Hasibuan
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Just an ordinary girl with EXTRAORDINARY GOD... A girl who lives her life with hope, faith and love. A girl who believes in God and His wonderful journey. A girl who is passionate in children, human right, poverty, and environment. She is crazy about the idea of being a traveller... And, she'd love to express all about her and her life in music, photography, and just simple words...
Lihat profil lengkapku

Archivo del blog

  • ► 2015 (3)
    • ► Juli (2)
    • ► Januari (1)
  • ► 2014 (4)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Januari (2)
  • ▼ 2013 (44)
    • ► Desember (1)
    • ► Juli (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (4)
    • ► April (4)
    • ► Maret (8)
    • ► Februari (10)
    • ▼ Januari (15)
      • Saya Jatuh Cinta pada Kata-kata
      • Ngangkot yuk!
      • Pilihan dan Resiko
      • 2013 in Action
      • Kupanggil Kamu, ILALANG
      • Teruntuk The Man Who Can't be Moved
      • Hallo, Kamu!
      • u.n.t.i.t.l.e.d
      • Bukan Sekedar Kisah Candi Prambanan
      • Teruslah Berjalan...
      • Mencari Apa?
      • #DearYou
      • Clayton, huhhh??
      • Sendal Tetangga Terkadang Tampak Lebih Hijau
      • Dunia Maya dan Cinta Tanpa Logika
  • ► 2012 (6)
    • ► Desember (2)
    • ► Juni (1)
    • ► April (1)
    • ► Januari (2)
  • ► 2011 (16)
    • ► November (3)
    • ► Oktober (2)
    • ► Agustus (1)
    • ► Juni (1)
    • ► Mei (5)
    • ► April (2)
    • ► Maret (2)

Teman-teman

See this :)

  • Home
  • About Me
  • Facebook
  • Twitter
  • About This Blog

Letter from God

Letter from God
gracehasibuan. Diberdayakan oleh Blogger.

God is good all the time

God is good all the time

Ordinary Grace

Ordinary Grace

Popular Posts

  • Pelajaran dari pembuangan Babel :)
    4 Desember 2013. Hari paling bersejarah. Untuk kedua kalinya saya menangis karena hal yang sama. Untuk kesekian kalinya saya merasakan uj...
  • (bukan) FILOSOFI KETAPEL
    Orang-orang yang hidup di fase modern seperti sekarang ini mungkin sudah jarang melihat ketapel. Tapi bagaimana dengan kamu? Pernahkah mem...
  • Kupanggil Kamu, ILALANG
    Lalu, begini. Kini saya ada di belakang netbook ini dan menulis tentangmu. Saya harap kamu tidak merasa keberatan dengan nama barumu dan ...
  • FRIENDS, LOVERS OR NOTHING
    FRIENDS, LOVERS OR NOTHING Wow its been a while since my last blog. Jadi weekend ini saya memang tidak kemana-mana. Minggu lalu udah...
  • Makan, Berdoa, dan Jatuh Cintalah pada Negeriku!
    Holaaaaaaa.. Kemana saja belakangan ini? Saya sudah kemana-mana. Ok, ini lebay! Lama sekali tidak menulis blog. Dua minggu yang l...
  • Aku, Kamu, Hati, dan Logika
    Kenalkan, namanya Logika. Dia yang menemani aku selama ini sementara Hati melanglang buana. Logika ini sungguh baik padaku. Perhatiannya t...

Categories

semacam curhat (36) random thinking (25) me and my GOD (17) (bukan) cerpen (bukan) puisi (14) opini (12) untuk sahabat (12) tentang mimpi (8) cinta dan perasaan (7) lagu (7) surat (7) Keluarga (6) Kisah Kita (5) kicauan pagi (5) pekerjaanku (5) 8-years-story (3) tentang ilalang (3) idola (2) TRAVELLING (1) feature (1) film (1) liputan (1)

What Date is Today?

Quote of The Day

Visit BrainyQuote for more Quotes

Hear This.. :)

When God Writes My Whole Life Story

...tentang warna-warninya hidup ketika ALLAH yang menulisnya... So, Let God be God in your life, dear

Kamis, 17 Januari 2013

Bukan Sekedar Kisah Candi Prambanan


Tulisan ini dibuat berdasar pengalaman yang ingin saya bagikan, bukan dari pengetahuan tentang mana yang baik dan mana yang buruk, juga bukan dari buku, seminar psikologi populer, film drama romantis apalagi dari wikipedia. Tujuan saya mengumbar pendapat pribadi adalah untuk memuaskan kebutuhan saya yang gagal jadi provokator.


Teman saya selalu bilang, "Hari gene???" kalau saya mulai ceramah tentang pikiran-pikiran saya yang tergolong 'extra terrestrial'. Saya kemudian berkilah bahwa setiap orang itu punya waktu perkembangan sendiri-sendiri, dan beberapa diantaranya agak terbelakang.


Berawal dari pertanyaan klise: apakah jatuh cinta itu? Saya percaya anak ABeGe dengan semangat akan berpendapat macam-macam tentang 'perasaan kejatuhan duren' ini. Saya bukan orang yang skeptis. Sebaliknya (saya pikir) kadang-kadang saya bisa justru setengah mati melankolis romantis. Tapi ini bukan masalah naksir-naksiran atau drama percintaan yang mengharu biru. Ini pertanyaan mendasar: apakah perasaan menghanyutkan yang disebut jatuh cinta ini nyata dan bisa dipertanggung jawabkan seperti UUD 45? Belakangan ini saya punya pendapat yang berbeda tentang perasaan. Menurut saya perasaan itu nyata, benar berdasarkan apa yang kita percaya tapi tidak selalu bisa dipertanggung jawabkan. Ini karena sebagai manusia kita tidak bisa bersikap selalu obyektif, faktual dan tanpa prasangka seperti koran Kompas. Perasaan kita terhadap orang lain selalu dipengaruhi oleh apa yang kita anggap berharga, apa yang kita butuhkan, apa yang kita percaya, dan (sedihnya) apa yang diiklankan media massa.


Contohnya: waktu tahun kedua di kampus, saya dan teman-teman paling takut dengan mata kuliah akuntansi keuangan lanjutan. Selain dosennya menyeramkan, punya nilai mati agar tidak di-drop-out, banyaknya quiz yang diadakan juga tekanan dari sesama mahasiswa yang sama-sama ketakutan, tidak heran ada teman saya yang jadi naksir berat dengan kakak kelas yang jadi tentor kami di setiap belajar kelompok. Kenapa? Apa mungkin ya karena kami yang waktu itu bahkan sampe sekarang  ga ngerti akuntansi menganggap bahwa kesuksesan dalam ujian itu berharga, jadi sangat dibutuhkan orang yang bisa mengajari akuntansi, dan begonya kami percaya bahwa ganteng dan jago akuntansi adalah kombinasi sempurna, seperti gado-gado dan emping, dan berhubung dia populer di kalangan mahasiswi, kalau dia menaruh perhatian kan jadinya tersanjung. Semuanya masuk akal, semuanya benar, tapi tidak berarti secara obyektif teman saya itu benar-benar tertarik padanya. Kalau dia tidak pernah menjadi tentor dalam belajar kelompok kami, mungkin dia juga tidak akan menaruh perhatian pada sang kakak kelas ini. Keadaan dan situasi yang mendorong dia untuk naksir tanpa melihat secara lebih baik karakter dan sifat orang yang ditaksir. OK, mungkin saya terlalu serius melihat masalah ini. Sebetulnya ini cuma contoh, karena ternyata tanpa saya sadari setelah bertahun-tahun lewat sejak saya ABeGe saya masih belum bisa membedakan antara 'naksir' dan benar-benar menjalin hubungan dengan orang lain. Saya selalu melihat perasaan jatuh cinta seperti virus rabies yang tidak bisa dikendalikan, yang jika menginfeksi akan membuat penderitanya mirip anjing gila (mungkin dengan gejala mulai suka pipis sembarangan). Bahkan media massa mendukung ide ini. Jatuh cinta dianggap seperti keadaan yang tidak terelakkan, seperti penyakit mental, karena itulah digunakan kata "jatuh" dan "tergila-gila". Dan keadaan ini didukung dengan lagu-lagu romantis dan drama cium-ciuman (dengan ibu tiri di latar belakang -____-). Setelah saya pikir kembali, ini semua adalah alasan untuk membenarkan apa yang saya rasakan, tanpa menimbang apakah yang saya lakukan benar dan layak untuk jangka panjang. Banyak orang menjalin hubungan gelap dengan suami orang, berkencan dengan pacar orang, atau sekedar hubungan tidak sehat berdasarkan perasaan sesaat. Jadi, kalau dulu saya berpikir bahwa perasaan suka itu tidak bisa disalahkan, sekarang saya percaya bahwa jatuh cinta itu sangat relatif dan subyektif, sama seperti emosi yang lain: perasaan sedih, marah, senang, atau terkejut. Nyata, tapi tidak selalu benar. Kalau saya turuti saja perasaan ini, mula-mula saya merasa terpuaskan, tapi tidak selalu mengarah ke tempat yang benar.
Apakah salah untuk jatuh cinta dan berkencan dengan orang yang kita taksir? Tentu tidak, asal jangan keterusan. Maksud saya, nikmati perasaan suka karena ini anugerah, tapi tetap berusaha mengenal orang ini lebih baik sebelum memutuskan bahwa dia adalah 'bapaknya anak-anak' ^_^. Sekali lagi, ini bukan dari teori benar atau salah, dondong opo salak. Ini cuma pendapat saya sendiri. Kenapa tiba-tiba saya bicara ngalor ngidul tentang hal ini? Karena saya mengalami sendiri; tergila-gila pada seseorang hanya karena saya bosan, kesepian, mencari dorongan semangat atau sekedar bahan obrolan di kala ngopi dengan teman perempuan.


Dulu saya juga pernah naksir dengan seorang kakak kelas jaman SMA. Lalu patah hati. Tidak perlulah saya jelaskan lebih rinci detailnya. Meskipun belum move-on sepenuhnya, tapi kalau saja seandainya ada seorang teman cowok baru yang jago seni lukis, musik, pinter bikin kue dan selalu bau peppermint (ini bukannya dangkal dan menilai penampilan orang, hanya sebagai gambaran saja). Dan kalau saja dia menggambar sketsa wajah saya, memainkan musik dan menyanyi buat saya, menemani saya jogging dan duduk di samping saya tiap saya lagi bete, dan hal-hal sepele lain yang bikin melting. Sekali lagi, saya katakan ini hanya berandai-andai. Belum ada unsur kebenaran di dalamnya.  Tentu saja sebagai cewek jomblo yang lagi frustrasi, saya seperti 'melihat cahaya di ujung lorong yang gelap' alias menemukan kilauan dalam kemonotonan (gak lebih jelas deh kayaknya, hehe). Saya sungguh merasa tertarik dan percayalah, jatuh cinta itu lebih enak daripada patah hati (tidak perlu dijelaskan kayaknya). Tapi saya merasa kembali ke bangku SMA. Orang bilang: turuti saja, perasaan suka itu siapa yang bisa tahu. Saya cuma merasa, dari masa ABG sampai sekarang, saya tidak betul-betul punya pendirian tentang menjalin hubungan. Hanya berdasarkan ketertarikan dan perasaan yang menghanyutkan tidak akan mengarah pada hubungan yang sehat dan dewasa. Saya butuh itu sebagai pondasi hidup saya kelak. Saya bukannya berfokus pada pernikahan dan keluarga, tapi pada hubungan yang benar, yang bisa saya pertanggung jawabkan. Sudah waktunya saya menjadi dewasa dan berhenti main pacar-pacaran (hari gene gitu loh). Tapi ini bukan sekedar mencari kemapanan atau pasangan hidup, saya percaya ada yang lebih dari sekedar romantika hubungan lawan jenis. Pernikahan dan keluarga itu bagian penting dari hidup, tidak bisa untuk main-main.

Saya kira saya tidak bisa main kencan dengan orang yang saya anggap menarik, tidak juga memutuskan untuk serius dengan seseorang hanya karena saya bertujuan cari suami. Jadi? Saya ingin berfokus pada pembentukan karakter saya lebih dahulu. Untuk suami dan keluarga di masa depan? Bukan. Untuk kematangan saya sendiri. Karena keluarga bukannya tujuan akhir. Semua ini proses, baik ketika kita jomblo, pacaran, tunangan ataupun sudah menikah, itu semua perjalanan yang berkelanjutan. Siapa saya dan apa keputusan saya akan berpengaruh pada orang lain. Karena itulah saya harus mengambil keputusan yang bisa saya pertanggung jawabkan.


Sore tadi ada teman saya yang bilang saya terlalu banyak berpikir tentang hal-hal yang tidak penting. Tidak praktis. Saya berkilah bahwa pikiran saya mungkin sama dengan orang lain, cuma saya punya kemampuan untuk membicarakannya dengan cara yang ruwet. Jadi kelihatan rumit ^_^.
Pada dasarnya saya cuma ingin bilang: saya percaya bahwa ada hubungan yang benar.

Bukan sekedar tentang kisah cinta yang romantis dan pasangan sempurna. Bukan sekedar bibit bobot bebet atau persamaan agama, tingkat pendidikan, ras, atau kemampuan ekonomi. Hubungan ini tidak dibangun dalam semalam seperti candi prambanan (saya juga tidak percaya candi prambanan dibangun dalam semalam seperti legendanya, kecuali yang membangun itu alien), tapi saya kira hal ini layak dicari. Dan ini bukannya membuat saya jadi biarawati, saya cuma jadi bebas menikmati setiap waktu saya, tidak takut kehilangan apapun, tidak cemas berharap apapun dan tidak dikejar apapun, karena saya menikmati setiap prosesnya. 

Lagipula, bukannya kebahagiaan itu ketika kita menikmati apa yang ada dan bersyukur karenanya?
Diposting oleh Grace Hasibuan di Kamis, Januari 17, 2013
Label: opini, random thinking

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod | Distributed by Deluxe Templates