Angkutan kota adalah sebuah
moda transportasi perkotaan yang merujuk kepada kendaraan umum dengan
rute yang sudah ditentukan. Tidak seperti bus yang mempunyai halte sebagai tempat
perhentian yang sudah ditentukan, angkutan kota dapat berhenti untuk menaikkan
atau menurunkan penumpang di mana saja. (Wikipedia Indonesia)
Kami
lebih suka memanggilnya dengan bentuk akronim, angkot.
Lucu.
Secara bertubi-tubi seakan-akan pada saat yang sama sekeliling saya bicara soal
ini. Dari mulai isi bbm chat dengan teman saya yang menyinggung kalau orang
dengan kaki terpincang seperti saya akan sulit naik angkot,
sampai
kelompok-kelompok orang yang memang mengulas habis tentang si angkot ini sendiri. Saya
sendiri sudah lama menjadi pengguna setia angkot bahkan ketika saya masih duduk
di bangku SMP di Medan. Sayangnya ketika SMA, dikarenakan daerah tempat saya
sekolah tergolong kecil, dan saya tinggal di asrama, saya jadi jarang naik
angkot. Sama halnya ketika sudah bekerja di Manna. Ahh, bahkan tak sekalipun
saya pernah melihat sosok angkot disana. Sangat disayangkan ya!
Tetapi
kemarin, ketika pulang check-up dari RSUP H.Adam Malik, bersama sang ibu dan
adik perempuan saya, kembali saya mencicipi rasanya naik angkot, dan tersenyum
simpul mengenang nostalgia.. (halaah, lebay..)
FYI:
Ini pertama kalinya loh saya ngangkot di Medan sejak sakit beberapa waktu lalu
Bukan
perihal sejarah atau bahasan serius yang mau saya bagi. Hanya hal-hal kecil
yang sering jadi rutinitas orang di dalam angkot.
Pertama, saya bisa jadi orang paling sok tahu.
Kenapa? Saya senang menerka-nerka latar belakang, urusan, tujuan akan ke mana,
sampai apa yang dipikirkan seseorang lewat gaya berpenampilan, apa yang dibawa,
dan raut wajahnya. Dalam hal ini adalah para penumpang angkot.
Mbak-mbak
PNS berseragam dengan bedak tebal, bersepatu hak tinggi, dan wangi parfum
yang semerbak.
Anak
SD akan berangkat sekolah yang memilih sarapan dengan biskuit-biskut manis di
tangannya sambil digandeng ibunya yang asyik merumpi dengan ibu-ibu lain dalam
bahasa dan logatnya yang khas Medan, bung!
Mahasiswa
yang hanya sempat sarapan gorengan dengan rambutnya yang masih basah habis
keramas.
Anak
ABG dengan gerombolannya yang sibuk memilin rambut dan poninya.
Dan
banyak lagi, tidak akan ada habisnya kalau saya deskripsikan satu persatu. Hehehehehe
Kedua, angkot bisa jadi tempat saya untuk
bertemu dan terlibat dalam obrolan singkat, basa-basi dengan orang-orang yang
tanpa sengaja bertemu dalam satu mobil yang sama. Yaa.. 99% persen pertanyaan
yang dilontarkan ketika si A bertemu dengan si B di angkot,
"Mau
ke mana?" atau "Dari mana?"
Klasik.
Tapi
setidaknya ada tambahan informasi yang saya dapatkan ketika terlibat dalam
obrolan super singkat itu.
Ketiga, saya jadi orang yang "tidak
sengaja" tahu urusan orang. Hahaha. Toh bukan salah saya kalau kuping ini
tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan orang lain yang jaraknya tidak sampai
1 meter dari saya. Atau bahkan pembicaraan di telepon genggam, di mana si
penerima telepon berbicara keras-keras sampai seantero angkot bisa dengan jelas
mendengarkan. Mulai dari gosip tentang anu, obrolan ringan tentang kehidupan,
sampai obrolan basa basi ketika si A tidak sengaja bertemu dalam satu angkot
yang sama dengan kenalannya.
Interaksi
langsung dan tidak langsung sekelompok manusia beda latar belakang dalam satu
atap kendaraan yang sama. Saya anggap sebagai cerita yang tidak ada habisnya,
dengan penumpang yang silih berganti, pun dengan kisahnya masing-masing. Selalu
baru, seru!
0 komentar:
Posting Komentar