Waktu itu, aku tidak tahu kenapa ibu mengatakan hal itu. Ibu sudah melarangku, dan aku nekat untuk tetap memanjatnya. Pun ibu sudah mengingatkanku, bahwa pohon jambu biji itu licin, setelah hujan semalam. Aku bisa terjatuh, kata beliau. Tapi aku bersikeras. Kubiarkan apa yang dikatakan ibuku terpantul. Aku yakin, kaki dan tanganku cukup kuat untuk mencengkeram pohon itu erat. Apalagi jika kulihat ranum buahnya, membuat liurku tak berhenti menetes...
"Ah ibu, aku tetap ingin memanjatnya, memetik buahnya."
"Meskipun mungkin buah ranum itu busuk di dalamnya?" tanya ibu.
"Iyah..."
Maka kumulai kakiku melangkah, memanjat satu persatu dahan. Licin memang, hingga tak sadar aku menginjak dahan yang salah, sehingga membuatku terpeleset.
Dan kini, ketika aku benar2 terjatuh, aku kira ibu akan memarahiku, karena tak menuruti apa yang beliau katakan. Tapi ternyata tidak, ibu mengusap air mata yang membasahi pipiku dan hanya berkata,
"Berhentilah menangis, kamu tahu resiko yang kamu ambil dari setiap pilihan ,kan?"
"Ah ibu, aku tetap ingin memanjatnya, memetik buahnya."
"Meskipun mungkin buah ranum itu busuk di dalamnya?" tanya ibu.
"Iyah..."
Maka kumulai kakiku melangkah, memanjat satu persatu dahan. Licin memang, hingga tak sadar aku menginjak dahan yang salah, sehingga membuatku terpeleset.
Dan kini, ketika aku benar2 terjatuh, aku kira ibu akan memarahiku, karena tak menuruti apa yang beliau katakan. Tapi ternyata tidak, ibu mengusap air mata yang membasahi pipiku dan hanya berkata,
"Berhentilah menangis, kamu tahu resiko yang kamu ambil dari setiap pilihan ,kan?"
.....
0 komentar:
Posting Komentar