Sandal jepit itu berwarna hijau elektrik, bermerk converse.
Saya sedang berjalan-jalan di Pasar Malam Manna, melihatnya tergeletak bersama dengan sandal-sandal yang lain.
“Berapa Bu?”
“15”
“10 ya?”
“Harga pas neng, itu juga sudah murah”
Berhubung memang sudah jatuh cinta, saya membayar sandal itu dan langsung memakainya. Saya tersenyum cerah melihat warnanya yang juga mencerahkan kaki dan hati saya.
Beberapa meter kemudian.
“SANDAL MURAH-SANDAL MURAH 10 RIBU AJA!!”
Saya masuk ke kerumunan pembeli dan langsung tertegun. Disana, sepanjang gelaran dagangan penjual, tertata rapi sandal warna-warni, berbagai model, 10.000 all item!!! (pakai tanda seru biar sedikit lebay)
Saya melirik sandal saya dengan murung, mahal, tidak secantik tadinya.
“Mau beli?” tanya teman saya.
“Enggak, nantilah kalau yang ini sudah putus.” Kata saya.
Kami pulang, di sepanjang jalan, di atas sepeda motor, saya kembali memikirkan sandal jepit yang saya beli tadi.
Ah, saya kan sudah memilih, jadi buat apa disesali.
Persis seperti cinta.
If we keep looking for the perfect one, then we could end up with no one. Justru dengan bersama, dua orang akan saling menyempurnakan.
Tapi bukankah cinta itu tentang perasaan, bukan keputusan. Memang jauh lebih simpel jika aku menerima seseorang lalu memutuskan untuk belajar mencintainya, tapi jika demikian, love would be less magical.
Saya melihat sandal saya sekali lagi. Hey, sekarang setelah tidak berjajar di sebelah sandal lainnya!! Kelihatan tidak terlalu jelek.
Saya tersenyum, teringat kata seorang teman: Setiap orang memiliki dua pilihan: Menikahi orang yang dicintai atau Mencintai orang yang dinikahi.(ingatan yang sangat random, absurd dipaksakan, dan gak nyambung dengan topik menurut saya memang)
Yeah, benar sekali. Dalam kasus saya: Mencintai sandal jepit yang saya beli.. :D
0 komentar:
Posting Komentar